Berikut ini adalah buku audio (audiobook) yang dibacakan oleh Dinda Rahma Dewi, siswa kelas X-A tahun pelajaran 2022-2023. Pada kesempatan kali ini, ia membacakan teks Hikayat Sa'ijaan dan Ikan Todak. Karya ini dikirim dalam rangka tugas mata pelajaran Bahasa Indonesia dengan guru pengampu Bapak Fauzan Abdurrachman.
Pengirim:
Dinda Rahma Dewi
Siswa kelas X-A tahun pelajaran 2022-2023
Tanggal Pengiriman:
11 Oktober 2022
Tautan berkas:
Audiobook Hikayat Sa'ijaan dan Ikan Todak
Guru Pembimbing:
Fauzan Abdurrachman (guru mapel Bahasa Indonesia)
Lisensi berkas:
Attribution-NonCommercial-NoDerivs 4.0 International
Teks Hikayat Sa'ijaan dan Ikan Todak
Aku ingin menceritakan kisahku di masa lalu.
Orang bilang, aku adalah seorang Datu sakti Mandraguna.
Saat itu, aku mempunyai suatu keinginan oleh
karena itu aku bertapa di tengah laut.
Aku bertapa di antara selat laut dan selat Makassar.
Siang dan malam aku bersemadi di batu
karang, di antara percikan buih, debur ombak,
angin, gelombang, dan badai topan.
Aku memohon kepada sang pencipta agar diberi pulau.
Pulau itu akan menjadi tempat bermukim
bagi anak, cucu, dan keturunanku kelak.
Hatta ketika laut tenang, seekor ikan besar tiba-tiba
muncul dari permukaan laut dan terbang menyerangku.
Tanpa berinsut dari tempat duduk maupun membuka mata,
aku menepis serangan mendadak itu. Ikan itu terpelanting
dan jatuh di karang. Setelah jatuh ke air,
ikan itu menyerang lagi. Demikian berulang-ulang. Di sekeliling
karang, ribuan ikan lain mengepung, memperlihatkan gigi mereka
yang panjang dan tajam, seakan prajurit yang siap
tempur. Pada serangannya yang terakhir, ikan itu terpelanting
jatuh persis saat aku membuka mata. "Hai ikan,
apa maksudmu mengganggu semadiku? Ikan apa kamu?"
"Aku ikan todak, raja ikan
todak yang menguasai perairan ini.
Semadimu membuat lautan bergelora.
Kami terusik dan aku memutuskan untuk menyerangmu.
Tapi engkau memang sakti Datu Mabrur.
Aku takluk", kata ikan todak megah-pegah.
Matanya berkedip-kedip menahan sakit.
Tubuhnya terjepit di sela-sela karang tajam.
"Jadi itu rakyatmu?"
Aku menunjuk ribuan ikan yang mengepung ke arahku. "Ya Datu,
tapi sebelum menyerangmu tadi, kami telah bersepakat kalau
aku kalah, kami akan menyerah dan memenuhi apapun
perintahmu. Datu, tolonglah aku obati luka-lukaku dan kembalikanlah
aku ke laut. Kalau terlalu lama di darat,
aku bisa mati. Atas nama rakyatku, aku berjanji
akan mengabdi padamu, bila engkau menolongku", Raja ikan
Todak mengiba-iba, seolah sulit bernafas. Ingsangnya membuka dan
menutup. "Baiklah." Aku berdiri. "Sebagai sesama makhluk ciptaannya,
aku akan menolongmu". "Apapun perintahmu, kami akan memenuhinya.
Datu ingin istana bawah laut yang terbuat dari
emas dan permata, dilayani ikan duyung dan gurita,
ingin berkeliling dunia bersama ikan paus dan lumba-lumba"
"Tidak. Aku tidak punya keinginan pribadi. Tapi untuk
masa depan, anak cucuku nanti" Lalu aku menceritakan
maksud pertapaanku selama ini. "Akanku kerahkan rakyatku, seluruh
penghuni lautan dan samudera. Sebelum matahari terbit esok
pagi, impianmu akan terwujud. Aku bersumpah" Jawab Raja
Ikan Todak. Aku tak dapat membayangkan bagaimana Raja
Ikan Todak akan memenuhi sumpahku itu. "Baiklah Kita
harus membuat perjanjian. Sejak sekarang kita harus saijaan,
seiring sejalan, seiya sekata, sampai ke anak cucu
kita. Kita harus serakat mufakat, bantu-membantu, bahu-membahu. Setuju?"
"Setuju Datu" Sahut Raja Ikan Todak yang tergolek
lemah. Ia sangat membutuhkan air.
Mendengar jawaban itu, aku tersenyum.
Dengan hati-hati dilepaskannya, tubuh raja ikan todak
dari jepitan karang, lalu kuusapnya lembut.
ajaib, dalam segejap darah dan luka di sekujur
tubuh raja ikan todak itu mengering. Kulitnya licin,
kembali seperti semula, seakan tak pernah luka. Ikan
itu menggerak-gerakan sirip dan ekornya dengan gembira. Dengan
lembut dan penuh kasih sayang, aku mengangkat raja
ikan todak itu dan mengembalikannya ke laut. Ribuan
ikan yang tadi mengepung karang, kini berenang mengerumuninya
melompat-lompat bersukaria. "Saijaan", seru Raja Ikan Todak sambil
melompat-lompat di permukaan. "Saijaan" sahutku. Sebelum tengah
malam, sebelum batas waktu pertapaanku berakhir, aku dikejutkan
oleh suara gemuruh yang datang dari dasar laut.
Gemuruh perlahan tapi pasti. Gemuruh suara itu terdengar
bersamaan dengan timbulnya sebuah daratan dari dasar laut.
Kian lama permukaan daratan itu kian tampak. Naik
dan terus naik. Lalu, seluruhnya timbul ke permukaan.
Di bawah permukaan air, ternyata jutaan ikan dari
berbagai jenis mendorong dan memunculkan daratan baru itu
dari dasar laut.
Sambil mendorong, mereka serempak berteriak, "Saijaan!
Saijaan! Saijaan!"
Aku tercengang di karang pertapaanku.
Raja Ikan Todak telah memenuhi sumpahnya.
Bersamaan dengan terbitnya matahari pagi, daratan itu
telah timbul sepenuhnya, berupa sebuah pulau, lengkap
dengan ngarai, lembah, perbukitan, dan pergunungan.
Tanahnya tampak subur, pulau kecil yang makmur.
Aku senang dan gembira.
Impianku tentang pulau yang akan menjadi
tempat tinggal bagi anak cucu dan
keturunanku, telah menjadi kenyataan.
Permohonanku telah dikabulkan. Dengan memanjatkan puji dan syukur
kepada Sang Pencipta, aku menamakan Pulau Halimun. saat
itu, Pulau Halimun kemudian disebut pulau laut sebab
ia timbul dari dasar laut dan dikelilingi laut.
Sebagai hikmahnya, kata sa'ijaan dan Ikan Todak dijadikan
slogan dan lambang pemerintahan Kabupaten Kota Baru.