Ini adalah tugas penilaian akhir semester Mata Pelajaran Bahasa Indonesia yang dikirim oleh Queen Maalika Izzati, siswa kelas X-F tahun pelajaran 2023-2024. Kali ini, Queen Maalika menyadur teks awal Hikayat yang berjudul Saijaan dan Ikan Todak dari buku paket Bahasa Indonesia Kelas X Kurikulum Merdeka dan menggantinya menggunakan sudut pandang tokoh lain, dalam hal ini ia mengubah penceritaan dari yang awalnya Datu Mabrur dan diubah menjadi tokoh baru, yaitu anak dari Raja Ikan Todak.
Aku merasakan air di sekitarku bergetar. “Ada apa ini? Mengapa airnya bergelora?” tanya ayahku dengan wajah kebingungan. Ibuku melihat sekeliling dengan raut cemas. Dari kejauhan aku dapat melihat ayah datang mendekat. “Ayo rakyatku kita serang si pengganggu!” teriak sang Raja keseluruh warganya.
“Raja, tunggu. Kita tidak bisa langsung menyerangnya seperti ini. Kita harus membuat kesepakatan dengannya.” Usul salah seorang rakyat. “Ya, Raja. Apa yang dikatakannya benar. Jikalau kita tidak membuat kesepakatan, pasti dia akan terus kembali kesini.” Serunya.
Ayahku setuju dan mulai menyusun strategi penyerangan. Setelah tersusun strategi penyerangan, ia mulai mengeluarkan kepalanya keluar air. Aku terpana melihat kesaktian yang dibuatnya.
Sang Raja kemudian menyerang dan mendapat tepisan dari si “pengganggu” yang ternyata bernama Datu Mabrur. Ayahku terpelanting dan terjatuh tetapi Kembali menyerang Datu Mabrur. Aku dan para prajurit ikan mengelilingi area pertempuran, sambil menampilkan gigi kami yang tajam dan panjang menandakan siap bertempur untuk membantu Raja kami.
“Hai, ikan! Apa maksudmu mengganggu samadiku? Ikan apa kamu?” tanya Datu Mabrur.
“Aku ikan todak, Raja Ikan Todak yang menguasai perairan ini. Samadimu membuat lautan bergelora. Kami terusik, dan aku memutuskan untuk menyerangmu. Tapi, engkau memang sakti, Datu Mabrur. Aku takluk,” jawab sang ayah berani sambil menahan sakit di badannya yang terjepit di antara karang tajam.
“Jadi, itu rakyatmu?” tanya Datu Mabrur sambil menunjuk kami dengan dengan raut wajah sedikit bingung.
“Ya, Datu. Tapi, sebelum menyerangmu tadi, kami telah bersepakat. Kalau aku kalah, kami akan menyerah dan mematuhi apa pun perintahmu.” ayahku menyerukan kesepakatan yang telah kami buat tadi.
“Datu, tolonglah aku. Obati luka-lukaku dan kembalikanlah aku ke laut. Kalau terlalu lama di darat, aku bisa mati. Atas nama rakyatku, aku berjanji akan mengabdi padamu, bila engkau menolongku...” ayahku memohon. Dapat kulihat ingsangnya terbuka dan tertutup seakan dia tidak dapat bernapas.
“Baiklah,” Datu Mabrur berdiri. “Sebagai sesama makhluk ciptaan-Nya, aku akan menolongmu.” Baiknya hati Datu Mabrur aku yakin akan membuat ayahku sedikit luluh.
“Apa pun permintaanmu, kami akan memenuhinya. Datu ingin istana bawah laut yang terbuat dari emas dan permata, dilayani ikan duyung dan gurita? Ingin berkeliling dunia, bersama ikan paus dan lumba-lumba?”
“Tidak. Aku tak punya keinginan pribadi, tapi untuk masa depan anak-cucuku nanti....” Setelahnya beliau menceritakan tentang mengapa beliau bersemedi selama ini.
“Akan kukerahkan rakyatku, seluruh penghuni lautan dan samudera. Sebelum matahari terbit esok pagi, impianmu akan terwujud. Aku bersumpah!” Jawab Ayahku.
Dari raut wajahnya, dapat kulihat Datu Mabrur merasa bingung dengan bagaimana cara sang Raja akan memenuhi sumpahnya. “Baiklah. Tapi kita harus membuat perjanjian. Sejak sekarang kita harus sa-ijaan, seiring sejalan. Seia sekata, sampai ke anak-cucu kita. Kita harus rakat mufakat, bantu membantu, bahu membahu. Setuju?”
Dengan lemah ayahku membalas “Setuju, Datu...,”
Datu tersenyum, dia senang mendengar jawaban sang Raja. Dia melepaskan tubuh sang Raja perlahan dari jeratan karang tajam. Kami para ikan terkejut karena secara ajaib luka di tubuh Raja sembuh dengan usapan lembut dari Datu Mabrur. Tubuhnya bersih dan sehat seperti semula. ayahku menggerakkan sirip dan ekornya sebagai tanda senang dan bersyukur.
Datu mengembalikan ayahku ke laut. Kami semua berlompat-lompat dan berenang-renang mengerumuninya riang dengan keajaiban tersebut.
“Sa-ijaan!” Seru ayah sambil melompat-lompat.
“Sa-ijaan!” sahut Datu Mabrur.
Sebelum tengah malam sang Raja memanggil kami semua untuk menemuinya. Jutaan ikan berkumpul untuk membantunya. Kami membantunya mendorong sebuah daratan dari dasar laut. Dipimpin olehnya, “Sa-ijaan! Sa-ijaan! Sa-ijaaan...!” kami berseru seraya mendorong daratan tersebut ke atas.
Terlihat wajah tercengang Datu Mabrur saat kami mendorong daratan tersebut untuknya.
Terbitlah matahari, daratan yang kami dorong sudah siap seluruhnya. Senang dapat melihat wajah berseri-seri Datu Mabrur. Wajahnya tampak bahagia dan tidak percaya akan apa yang baru saja terjadi.
Tak henti-henti Datu Mabrur berucap syukur dan berterima kasih atas kepada sang pencipta. Datu Mabrur menamai pulau itu dengan nama Pulau Halimun.
Pengirim:
Queen Maalika Izzati
Tanggal Pengiriman:
9 November 2023
Lisensi Berkas:
Attribution-NonCommercial-NoDerivs 4.0 International