Memperingati Hari Pendidikan Nasional di tahun ini kurasa berbeda dan ingin rasanya aku torehkan dalam tulisan ini. Minimal, hal ini menjadi sebuah kenangan yang sayang untuk dilewatkan begitu saja dan kejadian ini menjadi pengingat bagi diriku. Aku berharap wabah atau istilahnya sekarang menjadi pandemi dapat segera terlewati, dan baru kutahu bahwa ada perbedaan antara wabah dan pandemi seperti yang sudah ditetapkan oleh WHO (badan kesehatannya dunia). Walau begitu, aku percaya pastinya di balik suatu musibah ada banyak hikmah yang bisa kupetik dan kurasakan.
Pandemi COVID-19 Membuat Semua Berubah
Istilah-istilah pun berkembang di masyarakat, dan pastinya di media sosial guyonan segar atau sering dikatakan meme berseliweran di dunia maya yang kadang membuat hati ini geli membacanya. Walau kadang, tak sedikit berita-berita hoaks ikut meramaikan suasana yang terkadang malah bikin stres ketika kita menyimak. Mungkin bisa kubahas istilah yang berkembang selama pandemi ini dan pastinya yang bisa kuceritakan adalah yang menjadi dampak bagi diriku. Entahlah orang lain apakah mereka merasakan hal atau peristiwa yang sama dengan diriku.
Social Distancing
Istilah ini membuat kita takut untuk berdekatan dengan orang lain. Contohnya ketika harus berangkat ke pasar, yach walau ada penerapan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) dalam rangka memutus mata rantai penyebaran Virus Corona, tetap saja posisiku sebagai ‘emak’ di rumah senantiasa memanggil tugasku… kembali ke kegiatanku belanja ke pasar.
Situasi PSBB membuat kita menghindari kerumunan orang banyak, apalagi di pasar tradisional dengan jarak antar los pasar begitu sempitnya. Tak terasa bibir ini senantiasa berujar kata ‘permisi’ untuk meminta jalan dan memaksa orang yang berkerumun di salah satu los jualan membuka ‘barikade’ hanya karena terusik oleh kalimatku minta jalan.
Sampai-sampai suamiku yang senantiasa mengantar ku ke pasar dengan motor bututnya, ketika usai belanja dan akan pulang, tukang parkir pun tidak diperkenankan untuk memegang motornya. Padahal niat mereka semata membantu memundurkan motor yang akan keluar dari areal parkir. Hal ini dikarenakan paranoid dengan virus Corona yang katanya bisa tertinggal di benda yang terkena cipratan air liur atau bersin dari penderita yang kita juga nggak tau… waduh.
Sepulang dari pasar tak lupa juga suamiku menyemprot motor… sekali lagi pada kondisi motor butut… dengan cairan desinfektan yang kami buat secara mandiri, berkat postingan atau entah dari mana, yang katanya campuran dari; cairan-cairan pembersih terdiri dari Karbol, Mama Lemon, Bayclean.. (bukan iklan lho).
Pernah suatu ketika gojek mengantarkan paket. Pembelian barang secara online menjadi alternatif karena kita dalam fase #dirumahaja. Nah barang-barang yang sampai depan pagar tak luput dari semprotannya, sampai-sampai tukang gojek berujar, “Pak, jangan saya yang disemprot, cukup barang Bapak aja, nih”.
Kemudian dia letakkan paket itu di lantai garasi rumah. Entah kenapa dia bersikap seperti itu, jangan-jangan dari pelanggan sebelumnya. Mungkin saja dia sudah kena semprot ‘desinfektan ‘ dari beberapa rumah sebelumnya sehingga pas sampai rumahku, barangkali dia sudah kedinginan, hmmm. Kasihan juga niat baik mereka terusik oleh kecurigaan kita atas dasar menjaga kewaspadaan.
Physical Distancing
Hal ini membuat kita, Ketika harus berjabatan tangan dengan orang tua sendiri, harus berpikir dulu, apalagi dengan kondisi orang tua yang rentan, membuat berbagai macam kecurigaan menghantui, entah itu kita yang menyebar virus ke mereka atau malah kita terpapar dari mereka… maaf pa-ma…
Sampai-sampai momen bersalaman meminta maaf di awal/malam sebelum sahur pertama Bulan Ramadhan, tidak dilakukan dan juga lupa kulakukan. Sekali lagi mohon maaf ya pa-ma atas khilaf dan durhaka kami sebagai anakmu. Semua ini juga anjuran gubernur kita bahwa anak-anak muda yang notabene fisiknya masih kuat, mungkin saja dia pembawa virus namun tidak terlalu berakibat bagi tubuhnya. Tapi jika dia berdekatan dengan orang tua yang rentan, bisa jadi dia penyebar virus bagi orang tua yang renta sehingga tetaplah #jagajarak
Home Learning
Pembelajaran jarak jauh yang diinfokan Kementerian dan Dinas Pendidikan membuat tambahan tugas untukku pribadi sebagai orang tua dari anak-anakku. Mereka berusia sekolah pada jenjang SD dan SMA sehingga setiap harinya mendapat tugas secara online atau mendapatkan pembelajaran dari lembaga penyiaran publik TVRI.
Pembelajaran dari rumah atau PJJ ini sudah diinstruksikan oleh Gubernur Pemprov DKI Jakarta sejak tanggal 16 Maret 2020. Sampai-sampai, pelaksanaan Ujian Sekolah pun terhenti saat itu karna pandemi ini sudah pada titik yang mengkhawatirkan penyebarannya di DKI. Dinas Pendidikan pun menginstruksikan kegiatan pembelajaran di sekolah dihentikan. Sempat dua atau tiga hari awal kegiatan ini, siswa saja yang di rumah dan kami guru-guru memberikan tugas dari sekolah secara daring. Namun, akhirnya instruksi berikutnya adalah tidak diperkenankan lagi adanya aktivitas di sekolah… sampai sekarang. Momen ketika guru-guru hadir di sekolah tapi muridnya tidak ada, ibarat kita berjualan tapi nggak ada yang beli dech.
Work From Home (WFH)
Sekali lagi, instruksi Gubernur yang melakukan strategi pencegahan pertumbuhan akan penderita yang terindikasi positif virus Corona adalah dengan melakukan segala aktivitas dari rumah. Slogannya adalah:
#belajardarirumah
#bekerjadarirumah
#beribadahdirumah
Hal ini membuat segala aktivitas masyarakat harusnya bisa dilakukan #dirumahaja untuk menghindari kerumunan yang memicu penyebaran virus COVID-19, walaupun slogan akhirnya hanya sekedar slogan tak bermakna karena kenyataannya masih saja di tempat tempat tertentu terdapat kerumunan orang.
Nah, kembali lagi dengan kegiatan WFH-ku. Hari-hari pertama aku menjalani WFH, masih sesuatu yang menyenangkan karna aku masih bisa mengendalikan kegiatanku, yakni menjalankan tugas-tugas di sekolah, memasak, menyertai kegiatan di rumah, serta membantu dan mendampingi 2 anakku yang harus melaksanakan tugas secara daring dari sekolahnya masing-masing.
Masih teringat ungkapan anakku “senang dech Mama bisa di rumah, belajar sama Mama..”. Wah, mendengar itu hati ibu siapa yang tidak terharu. Aku pun dengan senyum dikulum menjawab, “Mama juga senang dan Mama juga bisa buat makanan Dedek nih. Kita bisa masak sama-sama ya Dek, setelah dedek kerjakan tugas, yach….”
“Makasih mama” … kemudian bibir mungilnya pun mendarat di pipiku. Wuih indah dan hangat sekali hubungan ibu dan anak gadisnya…
Namun … memasuki hampir sebulan WFH, barulah kejenuhan dan stress merasuki penghuni rumahku… karena pelaksanaan PSBB dan #dirumahaja instuksi Gubernur Anies, menyebabkan kami terisolasi secaara mandiri karena areal pergerakan dan aktivitas kami dalam radius rumah saja.
Belum lagi , dengan berjalannya waktu segala kegiatan sekolah menuntut ‘segera’ dan pembuatan laporan secara online, pembuatan tugas , ulangan dan koreksi nya pun dilakukan secara online … maka rasanya menurutku WFH ini menyita waktu ku seharian semalam … lelah rasanya … dan ditambah pula jenis tugas yang diterima anak-anakku beraneka ragam dari foto tugas, foto aktivitas di rumah entah itu belajar , ibadah bahkan sarapan bersama keluarga,kemudian voice recorder dalam menyapa teman-teman dan gurunya untuk melepas kerinduan mereka, belum lagi video tentang aktivitas olahraga … sampai pengisian tugas dan test online melalui aplikasi Google Form. Nah .. kegiatan itu tentunya pun harus melibatkan aku…
Sampai-sampai ketika anakku melihat foto-foto temannya yang dishare oleh ibu walikelas ini, … ia sempat berujar dan menitikkan air mata … kangen untuk main bersama mereka dan ingin secepatnya kembali sekolah
Nah kembali kepada my story ini…
kegiatan WFH ini membuat ku harus menjalankan dan mengerjakan tugas sekolah, tugas rumah serta ditambah tugas ku sebagai ibu nya anak-anak yang mana mereka mendapat pembelajaran dan tugas-tugas secara daring…membuat tingkat stresku semakin tinggi dan kadang menguras tenaga dan emosi . Karena kegiatan-kegiatan itu harus dapat dilakukan dalam waktu yang bersamaan atau dikenal dengan multitasking.
Namun rasanya multitasking-ku ini bukan lagi betuknya tugas ganda namun berlipat ganda. Dan jujur saja, bekerja dari rumah justru membuat konsentrasi ku jadi buyar, antara tugas di sekolah, rumah, dan mendampingi anak dalam home learning… maaf curhat ya mah (jadi inget acara tausiyahnya mamah dedeh). Satu yang tidak mudah dalam work form home yaitu work without interuption atau bekerja tanpa ada gangguan dan rasanya kalau aku ngak bisa dech menghindari itu.
Yah, semoga pandemi ini menjadi pembelajaran khususnya untuk diriku minimal aku bisa melaksanakan pemberian test secara online… kemudian minimal aku bisa menyiapkan makanan favorit untuk keluarga setiap harinya walau untuk cita rasa masakanku biarlah hanya mereka yang menjadi korban…
Semoga musibah pandemi ini segera berakhir dan kita dapat beraktivitas kembali dan berinteraksi sosial karena kita adalah makhluk sosial. Semoga para tim dokter dan tenaga medis yang berjibaku dalam menangani pasien COVID-19, segala jerih payah dan peluh mereka menjadi amal ibadah bagi mereka. Dan teruntuk tenaga medis yang telah gugur, semoga arwah mereka dapat diterima di sisi Tuhan Yang Maha Kuasa, Allah SWT
Aamiin ya Robbal ‘alamin…
Pengirim:
Lindawati, S.Si. (Guru Mapel Fisika)
Tanggal Pengiriman:
5 Mei 2020
Lisensi berkas:
Attribution-NonCommercial-NoDerivs 4.0 International